“Kamu sudah kirim email lagi ke Mas Suryo soal pembagian SHU dari koperasi kantor?” tanya Joni ke Sari, mereka berjalan pagi bersama mengelilingi lintasan lari di GBK. Sinar matahari pagi terlihat agak cerah dan mulai banyak orang memasuki area, berlari-lari kecil atau sekedar berjalan kaki menikmati semilir angin yang terasa cukup sejuk.
“Sar, lepas dulu earphone kamu tuh, dari tadi cuma angguk-angguk kepala,” celetuk Joni menggerakkan dua tangannya ke arah dua telinganya, sedikit melotot ke Sari yang cengengesan.
“Kamu lagi bicara apa sih, Jon? Serius bener, masih pagi ini,” jawab Sari sembari melepas earphone dari kedua telinganya.
“Aku tanya tadi apa kamu sudah kirim email lagi ke Mas Suryo soal pembagian SHU?” ulang Joni lagi dengan membuka tumbler warna hitamnya.
“Hmm…, maksud kamu Sisa Hasil Usaha ya?” tanya Sari mematikan aplikasi Spotify di telepon genggamnya.
“Iyalah masa ‘Sudah Habis Uangnya’. Kamu kan yang komplain ke aku sejak minggu lalu. Kamu bilang, Mas Suryo gak respon email kamu, benar kan?” Joni menatap sebal ke arah Sari yang sibuk sendiri.
“Iya, aku paham. Maksudmu tentang SHU kan? Aku sudah kirim email kedua dan minta waktu untuk bertemu, supaya urusan segera selesai. Tapi anehnya, Mas Suryo sama sekali belum menjawab semua emailku,” suara Sari terdengar lirih di antara helaan napasnya yang panjang.
“Kenapa, Mas Suryo menghindar ya? Padahal kan gak masalah kamu bertanya detail soal SHU. Itu kan memang hak kamu sebagai anggota koperasi. Eh Sar, by the way, kamu sudah berapa lama ya jadi anggota koperasi? Ada 7 tahun?” Joni mengernyitkan dahi mencoba mengingat-ingat sendiri.
“Iya 7 tahun. Kemarin sore lucu deh, masa Mas Suryo malah suruh Seto ketemu aku untuk menjelaskan secara detail seluruh SHU-ku. Lha kamu kan tahu, Seto anak fresh graduate, dalam masa percobaan, udah gitu plonga-plongo. Dia malah banyak nanya ke aku. Kamu kan tahu Jon, dua minggu lagi aku resign, wajar dong aku banyak tanya dasar perhitungannya, sebelum mereka bayarkan SHU yang menjadi hakku,” ungkap Sari dengan napas agak tersengal-sengal menahan emosi sambil menatap Joni yang sedang mengernyitkan dahinya, seperti sedang mengingat sesuatu. Dahinya tampak basah berpeluh karena diterpa sinar matahari yang mulai terik.
“Kalau dipikir, apa susahnya sih Mas Suryo ketemu aku? Dia sudah 8 tahun sebagai ketua koperasi dan sangat senior juga di bagian keuangan kantor. Huhff!” Sari terdengar menghela napas panjang menahan kesal.
“Aku baru ingat, aku pernah mendengar permasalahan SHU seperti ini dialami juga oleh beberapa teman lain di kantor. Nah katanya, setiap Mas Suryo ditanya, reaksinya langsung marah dan tersinggung karena dianggap seperti menuduh dia sebagai pembohong. Akhirnya, mereka gak nanya lagi, karena malas dan udah pasrah,” tutur Joni sambil memperbaiki topi putihnya.
Matahari mulai terasa menyengat. Mereka berhenti beristirahat sejenak untuk mengelap keringat di dahi dengan handuk kecil yang mereka punya, “Sar, bagaimana kalau aku ketemu Mas Suryo? Ngobrol santai sambil iseng nanya soal SHU-mu?” usul Joni sambil anak matanya menatap ke seberang pagar. Ia melihat ada tukang soto mie yang sedang berhenti di pinggir trotoar seberang lintasan lari GBK.
“Ya boleh aja, eh tapi jadi aneh gak, tiba-tiba kamu bicara soal itu sama dia?” Sari menoleh ke Joni yang sedang serius menatap ke arah lain. “Jon, kamu lagi lihat apa sih?” Sari penasaran.
“Itu ada tukang soto mie. Kita ngobrol sambil duduk sarapan yuk di sana ..” jari Joni menunjuk ke arah abang tukang soto yang sedang melayani pembeli. Mata Sari mengikuti ujung jari Joni.
“Kenapa aneh sih Sar? Santuy aja, aku dan Mas Suryo kan sama-sama senior di kantor. Cuma aku kelihatan awet muda kan ya?” Joni tersenyum lebar sambil bergaya sok ganteng.
“Eh, ayuklah langsung saja kita ke tukang soto mie, sebelum aku mual melihat gaya sok gantengmu,” Sari langsung ngacir acuh tak acuh meninggalkan Joni yang sedang bergaya.
“Loh, Sar, kok malah kabur? Kamu setuju kan besok, aku ngobrol dengan Mas Suryo?” teriak Joni berlari mengejar Sari.
“Sekarepmu wae!” teriak Sari tanpa menoleh ke belakang.
***
Keesokan hari Joni dan Mas Suryo berjalan di belakang gedung kantornya menuju “Rest and Relax”, coffee shop. “Yo, kita duduk di dalam saja ya…adem bro, “ajak Joni kepada Mas Suryo. Mas Suryo mengikuti Joni ke dalam coffee shop.
“Yo, mukamu jutek banget!” cetus Joni ke Mas Suryo.
“Capek bener…dari tadi aku harus menjelaskan detail SHU ke beberapa karyawan. Nanya gak berhenti, satu-satu ditanya. Cara nanyanya itu aku gak suka!” keluh Mas Suryo kepada Joni, mereka duduk menunggu pesanan cappuccino.
“Cara nanyanya bagaimana?” tanya Joni dengan mimik serius.
“Mereka tanya bagaimana cara hitungnya, lalu ada yang merasa jumlah SHU-nya kurang harusnya gak segitu, kok beda dengan data-data mereka. Ndableg!” imbuh Mas Suryo menyeruput cappuccino.
“Hmmm…, kamu tinggal bandingin saja data koperasi yang ada di kamu dan data mereka, lalu hitung bareng. Bisa saja ada data yang gak lengkap atau terlewat,” ujar Joni kalem menanggapi Mas Suryo.
“Bukan gitu Jon, kesannya mereka gak percaya sama aku, seperti aku bohong dengan mereka. Ternyata mereka perhitungan banget. Padahal cuma beda dikit saja, tapi seakan hal yang besar banget. Gak masuk akal!” kilah Mas Suryo sedikit berapi-api.
“Mereka punya hak untuk tanya soal SHU mereka, wajar menurutku, apalagi kalau mereka sudah lama jadi anggota koperasi. Kalau kamu kelelahan, tahun depan kamu tunjuk orang lebih junior sekalian regenerasi,” saran Joni.
“Gak ada yang mampu gantikan aku. Aku sudah pernah coba, tapi malah amburadul. Mereka ini cari-cari kesalahanku aja, dari dulu. Dasarnya mereka gak suka sama aku. O ya, email-Sari, anggota tim kamu yang mau resign, memojokkan aku!” ungkap Mas Suryo nyinyir sambil membuka email di HP-nya, memperlihatkan dua email dari Sari ke Joni.
Joni membaca satu-satu isi email Sari, “Kata-kata dia yang memojokkan kamu yang mana Yo?” Joni meminta klarifikasi dari Mas Suryo.
“Udahlah kamu pasti belain dia karena dia satu tim dengan kamu!” tukas Mas Suryo sewot HP-nya langsung ditutup dan diletakkan di kantong kemejanya.
“Loh kok sewot bro? Yo wis, aku pulang ya sudah jam 6 sore, sekalian jemput anak dulu. Hati-hati bro, awet tua nanti kalau sewot terus.” sindir Joni tersenyum simpul sambil meninggalkan Mas Suryo yang terlihat masih uring-uringan.
Sesampai di mobilnya, Joni menelepon Sari dan terdengar Sari menjawab,“Yes Jon. what’s up?”
“Sar, kalau kamu masih di kantor, coba kamu ke ruangan Mas Suryo bertanya langsung tentang SHU kamu. Tadi aku ngobrol dengan dia dan dia kasih lihat semua email kamu, intinya dia sewot tapi biarin ajalah. Sebelumnya aku juga sudah baca emailmu itu dan no problem. Gak hanya kamu yang nanya dan gak paham. Aku pikir Mas Suryo memang harus introspeksi diri,” Joni menjelaskan ke Sari sambil menyalakan mobilnya.
“I see…,besok pagi jam 9 aku ke ruangan dia, masa dia mau menghindar lagi. Nanti aku update, aku beres-beres dulu mau pulang, bye!” Sari mengakhiri percakapannya dengan Joni.
“Bye!” jawab Joni cepat mulai memundurkan mobilnya keluar dari tempat parkir.
Bersambung…