EPISODE 6 – RASA LOKAL PRESTASI GLOBAL

“Sore Pak Ari, maaf mengganggu kapan ada waktu kita bisa diskusi budget tahunan karena sudah pertengahan bulan November?” Mala menelepon Bapak Ari sambil mengaduk kopi latte di meja kerjanya. 

“Halo Mala, it’s ok. Saya lagi sibuk banget beberapa hari ini karena ada signing dokumen dan malam ini saya diajak gala dinner di hotel Ritz Carlton, SCBD. Saya sampai susah mau makan siang, customer yang satu ini memang teman lama saya jadi servis nomor satu untuk dia. Sorry jadi gimana tadi?” Terdengar suara bass Bapak Ari dari speakerphone dan suara ketikan di laptop. 

“Ehem…maksud saya bukan sore ini, sudah mau jam 5 waktunya pulang. Kalau kemaleman saya takut nanti ngantuk karena saya nyupir sendiri. Saya mau undang Bapak diskusi budget besok pagi atau siang, saya ikut jadwal Bapak saja, “cetus Mala sedikit kesal dengan Bapak Ari yang seakan acuh tak acuh dengan omongannya. 

“O iya, diskusi budget, sampai lupa kita perlu diskusi ini. Mau akhir tahun kerjaan luar biasa sibuk sampai saya mau jemput anak saya pulang sekolah saja susah banget. Memang kalau kita kerjasama dengan customer-customer dari luar negeri, tuntutannya tinggi tapi bayarannya juga sepadan sih,” ungkap Pak Ari dengan nada yang bangga sambil mengunyah kacang bali yang renyah. 

“Maaf Pak, jadi kapan Bapak bisa diskusi besok?” tanya Mala kembali, memilin rambut panjangnya yang hitam legam, menahan sabar. 

“Hmm, besok jam 12 deh ya saya ajak kamu lunch di resto Jepang yang baru buka di gedung kita. Besok tanggal ganjil atau genap ya?” Bapak Ari mengecek kalender meja di samping lengannya. “Soalnya saya kudu milih beberapa mobil saya di garasi. Saya lebih suka nyupir sendiri karena semua mobil saya itu driver’s cars yang high end. Mungkin saya besok bawa BMW seri 5 karena kebetulan tanggal ganjil. I gotta go ya Mala, sorry, see you at lunch tomorrow! Bye!” Bapak Ari kelihatan terburu-buru mengakhiri teleponnya. 

“Tut…Tut…Tut,” terdengar suara telepon diakhiri dan Mala pun terbengong-bengong keheranan melihat gagang teleponnya.

Keesokan hari tepat jam 12 siang Mala dan Pak Ari sudah duduk berhadapan di restoran Jepang yang baru. Di tiap sudut restoran tertata rapi pohon-pohon bonsai dengan ornamen-ornamen di dinding bergaya khas Jepang. Pelayan restoran berpakaian kimono putih pun datang menyajikan dua ocha dingin dan dua makanan, agemono dan tempura donburi untuk Mala dan Pak Ari. 

“Bon appetit,” ujar Pak Ari ke Mala sambil menyuap tempura donburi porsi jumbo dengan lahap terdengar perutnya yang keroncongan. 

“Thank you Pak Ari,” jawab Mala tersenyum simpul menyeruput ocha dingin dari tangan kanannya. Mala tak sengaja melirik kancing bawah baju batik slim fit Pak Ari terlepas jatuh menggelinding ke lantai, cepat-cepat dia alihkan matanya ke arah agemono. 

“Mala, aku dengar kamu baru lulus S2 dari Universitas Melbourne, selamat ya! Hebat juga kamu bisa kerja sambil kuliah S2,” puji Pak Ari ke Mala sambil matanya sesekali sibuk memandang ke hp.

“Terima kasih Pak. Saya kuliah S2 di sana melalui online course. Cukup menantang bagi saya membagi waktu antara kerja dan kuliah Pak,” jawab Mala dengan mata berbinar-binar.

“Kebayang sibuknya ya, miriplah dengan saya. Saya juga susah bagi waktu antara kerjaan saya dengan peran saya sebagai Bapak. Anak-anak saya maunya diantar sekolah oleh papinya. Jaman sekarang lulusan dari luar negeri itu penting. Anak-anak saya aja gak mau kalau gak sekolah S1 di luar negeri takut gak laku!” Ujar Pak Ari menyakinkan dengan matanya menatap langit-langit dan tiba-tiba bersendawa kecil. “Sekarang sudah era globalisasi dan digital, customer-customer kita banyak dari luar negeri jadi lulusan lokal itu semakin hari semakin gak laku, apalagi kalau lulusannya bukan dari PTN. Kalau pun ada yang laku seperti Ratih, saya pikir itu karena faktor keberuntungan saja karena dia dulu lama di bawah bos-nya yang bule,” sambung Pak Ari dengan nada yang sinis dan terdengar iri.

“Begitu ya Pak? Kalau Bapak sendiri lulusan dari mana?” Tanya Mala dengan lugu sambil melihat-lihat menu makanan penutup.

“Ohhh…saya tentunya lulusan PTN dan ambil S2 di Colombia University. Gak heran kan customer-customer saya berasal dari tech companies from Silicon Valley,” ucap Pak Ari sambil tersenyum lebar dan membusungkan dada. 

“Wah luar biasa prestasi Pak Ari, Ivy League University! Saya dengar Ibu Ratih orang yang ulet dan mungkin memang beliau itu suatu anomali kalau sekarang bisa duduk sebagai Direktur Utama biarpun bukan lulusan dari PTN dan luar negeri. Saya baca di media sosial dan website perusahaan, beliau terima beberapa penghargaan dari lokal dan internasional. Diundang jadi pembicara di forum internasional juga,” terang Mala menatap mata Pak Ari penasaran menunggu reaksi darinya.

“Menurut kamu begitu ya? Saya gak pernah lihat Ratih sebagai orang yang ulet kalau penilaiannya karena dia sering lembur di kantor. Saya memang jarang di kantor tapi saya kerja, terbukti saya sibuk tiap hari. Kamu saja susah kan buat janji dengan saya?” Sanggah Pak Ari sambil sibuk mengetik hp-nya. 

“Saya belum banyak bekerja dengan Ibu Ratih tapi menurut saya kalau beliau sampai di posisi itu, pastinya diperoleh dari kerja keras yang luar biasa,” tutur Mala dengan santai, menyuap sesendok ice cream parfait.  

“Lebay aja cara kerjanya, masa gak ada work life balance. Gak mikir nasib keluarganya. Saya sih gak mau, anak-anak tetap prioritas saya,” tutur Pak Ari dengan nada yang sarkas. “Kalau saya lagi nongki-nongki dengan kolega lain di café, gak banyak yang kenal tuh sama Ratih karena universitas dia gak dikenal dan dia hanya S1. Kenalan-kenalan saya rata-rata sudah S2 bahkan S3 lulusan luar negeri loh! Kadang saya malu punya Dirut gak dikenal,” ketus Pak Ari membuka resleting clutch bahan kulit, Hugo Boss. 

“Pilihan orang mungkin beda-beda, Pak. Sepahaman saya perusahaan tetap berjalan dengan baik selama saya bekerja 3 tahun di sini,” Mala mulai membuka dokumen Excel berisi budget plan di laptopnya, siap untuk diperlihatkan ke Pak Ari.

Tiba-tiba Pak Ari mengangkat hp-nya yang berdering, “Hello George! Iya dong gue jadi sana. Jam 2 di Café Paul di Pacific Place, kan? No worries, gue lagi gak sibuk kok bro! Cuma ada lunch meeting sekarang tapi sebentar lagi selesai,” sahut Pak Ari tertawa girang terlihat gigi-giginya habis di-bleaching. 

Mala pun terkejut mendengar Pak Ari akan segera berangkat ke tempat lain. Dia pun melihat jam dinding di seberang meja duduknya menunjukkan pukul 13.15 WIB. “Alamakkk, pasti ketunda lagi diskusi budget-nya. Kudu buat janji lagi nih sama si bossy,” Mala bergumam kesal dalam hati.

Pak Ari mulai menggeser kursinya, beranjak pergi dengan mengepit clutch di lengan kanannya,”Sorry Mala, saya sudah janji dengan blue chip customer saya. Tadi denger kan saya sudah ditelepon. Kamu besok telepon atau WA saya lagi untuk janjian diskusi budget. Bye!” Pak Ari berjalan cepat ke arah kasir membayar makan siang mereka.

Mala tertunduk lemas, menahan dongkol dalam hati, rasanya ingin membanting laptopnya karena sudah dua kali tertunda bahas budget tahunan padahal harus dilaporkan awal Desember nanti. “Mendingan gue pulang deh, toh Pak Ari biasanya gak akan balik ke kantor lagi,” Mala membatin dan berjalan pelan dengan high heels merah, menjinjing laptop dan tas kerjanya menuju ke tempat parkir mobilnya. 

Ulasan:

Hasty Generalization dan False Dilemma

Hasty Generalization: adalah salah satu cara berpikir sesat/kesalahan cara berpikir yang cenderung membuat kesimpulan umum/menyamaratakan semua keadaan berdasarkan informasi atau data yang terbatas.

Dalam kisah antara Mala dan Pak Ari, kita dapat membaca penjelasan dari Pak Ari yang menggeneralisasi bahwa lulusan luar negeri sudah pasti laku (sukses) dibandingkan lulusan dalam negeri apalagi kalau seseorang bukan dari lulusan PTN. Pak Ari menyimpulkan sesuatu tanpa data/informasi yang akurat. Dia hanya membuat kesimpulan dari pengalamannya sendiri dimana kisah dari pengalamannya pun harus diuji kebenarannya. Penilaian Pak Ari terhadap Ibu Ratih juga sangat subyektif padahal belum tentu terbukti bahwa Pak Ari yang lulusan S2 dari luar negeri sudah pasti lebih berhasil dari orang lain yang lulusan dalam negeri. Sikap Pak Ari yang terlihat sibuk belum menunjukkan suatu prestasi walaupun dia seakan-akan memperlihatkan bahwa dia memiliki customer blue chip dan kenalan-kenalan yang sangat mumpuni. Prestasi atas kinerja tidak semata-mata terlihat karena seseorang sibuk tetapi harus terukur dan teruji. 

False Dilemma: kerancuan ini terjadi ketika argumen menyajikan pilihan yang salah secara logika, seringkali membatasi pilihan hanya pada dua opsi padahal sebenarnya ada pilihan lain yang bisa dipertimbangkan. 

Penjelasan Pak Ari kepada Mala yang secara garis besar dipahami bahwa kesuksesan dicapai karena seseorang lulusan PTN atau luar negeri merupakan permikiran yang sesat. Padahal masa depan karir tidak hanya ditentukan oleh faktor universitas tempat seseorang memperoleh gelar sarjananya, tetapi ada beberapa cara dan faktor lainnya untuk mencapai suatu kesuksesan dalam karir. Dalam melakukan promosi terhadap seseorang ke jabatan yang lebih tinggi dilihat dari kinerjanya dan sikap/tingkah laku (attitude) individu terhadap pekerjaan, lingkungan kerja, koleganya di tempat kerja dan pihak ketiga seperti customer.  

Leave a Reply