Seseorang pernah bertanya pada saya: “Bagaimana caranya tetap profesional, walaupun harus bekerja dengan kolega yang berbeda karakter, metode kerja, hingga prinsip dengan kita?”
Saya akui, selain tanggung jawab pekerjaan, bekerja dengan kolega yang memiliki etos kerja berbeda bisa menjadi tantangan tersendiri. Gaya kerja, prinsip, hingga cara berkomunikasi bisa berbeda satu sama lain. Namun, saya selalu belajar satu hal penting: kita tidak bisa memilih dengan siapa kita bekerja, tapi kita bisa memilih bagaimana kita bersikap.
Perbedaan adalah suatu keniscayaan. Langkah pertama yang saya lakukan adalah mencari nilai atau tujuan yang bisa kami sepakati bersama. Sulit memang, tetapi saya percaya selalu ada titik temu.
Mempertahankan Profesionalisme dengan Menetapkan Batasan yang Jelas
Sejak awal, saya juga akan berkata, “kita kerja sama untuk tujuan ini, jadi mari kita fokus di situ saja”. Saya belajar bahwa menjadi dewasa dalam bekerja berarti juga belajar untuk mengendalikan ego kita tanpa harus kehilangan prinsip. Dengan kata lain, bersikap asertif dalam menjalin hubungan profesional dengan kolega sangatlah penting.
Batasan yang jelas juga harus diterapkan sejak awal. “Kita kerja seperti ini, selebihnya bukan ranah saya”. Kalimat itu bukan bentuk menghindar dari tanggung jawab, tetapi cara untuk menjaga fokus, peran, dan profesionalitas masing-masing. Saya percaya, kejelasan peran sejak awal bisa mencegah salah paham dan menghindari potensi konflik yang tidak perlu.
Saya bukan orang yang senang mencari konflik, tetapi saya juga tidak ingin larut dalam kebiasaan ‘sungkan’ yang justru mengorbankan efektivitas kerja. Di sinilah pentingnya bersikap asertif, berani mengatakan ‘tidak’ menjadi penting. Namun, tetap disampaikan dengan cara yang baik.
Dialog Terbuka sebagai Fondasi Kepercayaan dan Kerjasama Tim
Menjalin komunikasi dengan banyak kepala yang berbeda latar belakang dan karakter memang tidak mudah. Namun, justru di situlah pentingnya membuka ruang dialog. Saat orang merasa didengarkan, muncul rasa dihargai, hingga akhirnya hingga akhirnya tumbuh kepercayaan dan kemauan untuk bekerja sama.
Pada akhirnya, yang paling menentukan bukan seberapa mulus hubungan kita dengan rekan kerja, melainkan bagaimana kita merespons perbedaan dengan cara yang bijak. Profesionalisme tidak selalu tentang sepakat dalam segala hal, tetapi tentang kemampuan untuk tetap bekerja efektif di tengah ketidaksepakatan.
Kita bisa tidak sepaham, namun tetap saling menghormati. Kita bisa berbeda prinsip, tapi tetap satu tujuan. Di situlah letak kedewasaan dalam dunia kerja. Mampu berdiri teguh pada nilai-nilai kita, sambil tetap membangun jembatan kolaborasi dengan orang-orang yang berbeda cara pandang. Karena pada akhirnya, keberhasilan sebuah tim bukan hanya ditentukan oleh keseragaman,tetapi oleh kematangan setiap anggotanya dalam menghadapi perbedaan.(Lia Alizia)