3 Barang Wajib dalam Tas: Kunci Komitmen dan Produktivitas

Rutinitas saya sebagai pengacara tak pernah jauh dari tekanan, tenggat waktu, dan percakapan serius yang menyita energi. Di balik itu, saya punya ‘senjata rahasia’ yang selalu saya andalkan. Bukan sesuatu yang mewah atau rumit. ‘Senjata rahasia’ ini justru hal yang sederhana. Bisa dibilang, ini adalah barang wajib dalam tas saya. Bukan sekadar barang, mereka justru mendukung ritme hidup dan bagian dari komitmen saya. 

Lucunya, kalau barang wajib ini tidak ada, saya seperti kehilangan arah. Saya seperti kehilangan support system yang menopang keseharian saya sebagai pengacara. 

Yuk, saya ceritakan satu per satu ‘senjata rahasia’ yang selalu ada di keseharian saya ini.

3 Barang Wajib yang Selalu Ada di Tas Saya

1. Handphone: Alat Komunikasi dan Navigasi Utama

    Siapa sih sekarang yang bisa benar-benar jauh dari benda satu ini? Buat saya, sebagai pengacara, handphone bukan cuma alat komunikasi, tapi juga ‘alat navigasi’ untuk menjalani hari-hari yang serba cepat dan penuh urgensi. Saya selalu membawa dua handphone: satu khusus untuk kantor, satu lagi untuk urusan pribadi. Kenapa dua? Karena keduanya punya peran yang sangat berbeda, dan menjaga batas ini justru membuat saya bisa lebih fokus dan profesional.

    Nomor kantor saya khususkan untuk klien, rekan kerja, dan semua urusan hukum. Sementara handphone pribadi, ya, isinya keluarga, teman dekat, dan kehidupan di luar pekerjaan. Tapi tentu saja, kadang batas itu bisa kabur, terutama saat dulu saya belum punya nomor kantor dan klien masih menyimpan nomor pribadi saya. Meski begitu, saya tetap bisa memahami ketika ada pesan masuk ke nomor pribadi. Biasanya itu artinya: urgent! Dan buat saya, kalau sudah urgent, itu harus segera ditangani, apapun jalurnya.

    Menariknya, punya dua handphone ini justru membantu saya memilah prioritas. Saya jadi tahu mana pesan yang harus dibalas cepat, dan mana pesan yang belum saya balas. Kalau pun ada yang terlewat di handphone kantor, saya biasanya akan minta maaf dan langsung arahkan mereka untuk kirim email. Karena di tengah semua kesibukan, saya justru paling cepat menjawab email.

    Jadi, kalau banyak orang merasa cemas buka handphone kantor, saya justru sebaliknya. Buat saya, itu bagian dari sistem kerja yang bisa saya atur sendiri.

    “Say sorry? Yes. Worry? No.” Itu prinsip saya.

    2. Buku Catatan: Menulis untuk Mengingat 

      Saya terbiasa menulis catatan-catatan pendek yang hanya beberapa poin saja. Misal, hari ini saya harus apa atau ketika saya sedang ada pertemuan (meeting) dan menelpon seseorang, saya harus catat poin-poinnya. 

      Memang terkesan konvensional, mungkin karena kebanyakan orang sudah pakai handphoneatau tab ya. 

      3. Pulpen: Alat Tulis yang Tak Pernah Ketinggalan

        Sama seperti handphone, pulpen yang harus ada di tas saya itu dua macam. Pulpen biasa yang bisa saya gunakan untuk tandatangan dan pulpen yang bisa dihapus untuk mencatat di buku catatan. 

        Barang Wajib Ini, Ternyata Bikin Saya Nyaman….

        Buat sebagian orang, barang-barang ini mungkin terlihat biasa saja. Tapi buat saya, tiga barang ini adalah penolong sejati dalam rutinitas kerja. Benda-benda kecil yang membuat saya tetap nyaman, bisa tetap terhubung dengan klien, rekan kerja, dan tentu saja keluarga.

        Tapi, yang namanya manusia, ya, tetap ada saja kejadian tak terduga. Saat itu, saya baru saja beli handphone untuk urusan kantor, bahkan baru empat hari dipakai, eh, malah jatuh dan retak kacanya. Terlepas begitu saja dari tangan saya. Waktu itu lagi di mal, jadi langsung buru-buru ke toko untuk diperbaiki. Sialnya lagi, saya tidak bawa laptop. Jadi, sambil nunggu perbaikan 4–5 jam, saya pulang dan lanjut kerja dari kantor. 

        Ada juga kejadian lain: handphone saya sempat kemasukan air. Ceroboh? Banget. Tapi memang, handphone itu kayak ‘nyawa kedua’ buat saya, jadi ke mana-mana selalu digenggam. Wajar sih kalau akhirnya rentan jatuh atau kena air.

        Untungnya, dua ‘pasukan’ saya yang lain jauh lebih tangguh: buku catatan dan pulpen. Barang wajib yang satu ini bisa dibilang paling aman dan tahan banting. Bahkan kalau bukunya jatuh atau hilang, saya nggak terlalu panik (mungkin panik sedikit) karena catatan saya penuh dengan kode dan poin-poin pendek yang cuma saya sendiri yang mengerti. Jadi kalaupun ada orang lain yang baca, mereka tetap tidak akan paham.

        Tiga benda ini—handphone, buku catatan, dan pulpen adalah sistem kerja pribadi yang bikin saya tetap fokus, teratur, dan siap menghadapi hari-hari penuh tekanan sebagai pengacara/advokat.

        Barang Wajib Ini juga Mengajari Saya Banyak Hal

        Kita tentu bisa belajar dari siapa pun dan menggunakan apa pun kan? Termasuk tiga barang wajib yang selalu ada di tas saya ini. Pasukan kecil ini ternyata mengajari saya banyak hal. Komitmen, fokus, disiplin, dan teratur. Kok bisa?

        Mereka mengajarkan saya untuk selalu disiplin dalam mengatur waktu dan komunikasi. 

        Mereka mengajarkan saya untuk selalu bertanggung jawab atas setiap pekerjaan dan pesan yang masuk.

        Mereka mengajarkan saya untuk terus fokus dan rasional terutama dalam membagi prioritas.

        Mereka mengajarkan saya untuk lebih berkomitmen, hadir saat dibutuhkan oleh klien, rekan kerja, dan keluarga.

        Mereka juga mengajarkan saya untuk lebih tenang karena saya punya sistem kerja sendiri sebagai pengacara.

        Sebagai pengacara, saya tahu betul bahwa orang yang menghubungi saya hampir selalu sedang dalam situasi sulit. Maka, ketika saya menjawab dengan cepat, meski hanya dengan, “Nanti saya kabari ya” itu bisa memberi rasa tenang bagi mereka. Dan untuk saya, itulah makna dari komitmen dan tanggung jawab. 

        Banyak orang mungkin tidak menyangka, barang-barang kecil yang kita bawa setiap hari ternyata bisa mengajarkan hal besar komitmen, kedisiplinan, dan tanggung jawab. Bukan karena barangnya mewah atau canggih, tapi karena bagaimana kita menggunakannya.

        Mereka adalah pengingat bahwa saya harus hadir secara fisik, mental, dan berenergi untuk pekerjaan yang saya pilih dan orang-orang yang mempercayakan ceritanya pada saya.*(Lia Alizia)


        Leave a Reply