EPISODE 7 – MADAM NAMASTE

Pop!, tetiba ada notifikasi di inbox laptop Donny…Hmm Email dari Mirna: “Hi Donny, terlampir ya revisi draf perjanjian dari saya. Kapan kamu bisa finalisasi dan kirim dokumennya ke saya? Jam 4 sore ya hari ini. Deadline kirim perjanjian ini ke customer jam 7 malam ini tapi jam 5 sore saya sudah harus keluar kantor. Setelah jam 5 saya agak susah buka laptop lagi. Thanks ya.” Regards, Mirna.

“Noted Mba Mirna, saya akan coba kerjakan ya,” Donny menjawab email Mirna.

Donny bolak balik membaca email dan lampiran dokumen yang baru saja dia terima dari Mirna, manajernya, “Sinting nih bos, revisi draf perjanjian dari dia banyak banget baru dikirim jam 1 siang minta difinalisasi sore ini jam 4, padahal drafnya sudah gue kirim 10 hari yang lalu ke dia untuk dicek, ke mana saja dia? Ada 40 halaman ya kali revisinya banyak yang gak penting gini!” Gerutu Donny sambil memakan camilan dark chocolate di meja kerjanya. 

Revisi draf perjanjian penuh warna dengan banyak track changes-nya di sana-sini membuat Donny berusaha berkonsentrasi meneliti satu persatu revisi dari Mirna ditambah lagi komentar dan pertanyaan-pertanyaan Mirna yang harus segera dijawab Donny. “Wah mati gue gak bisa nih selesai hari ini, harus diskusi dulu sama Mba Mirna karena ada beberapa pertanyaan dia yang gue gak ngerti,” mimik Donny yang seperti benang kusut.

Donny mengangkat telepon di ruangan kerja dan menekan angka ekstensi 168, “Halo Mba Oki, ini aku Donny. Aku mau diskusi dengan Mba Mirna, dia ada di ruangan gak sekarang?”

“Hai Donny, Mba Mirna ada di ruangan sekarang kayaknya baru selesai makan siang di ruangannya tadi,” jawab Oki, dari suaranya terdengar seperti sedang mengunyah permen karet.

“Mba Oki, mood Mba Mirna gimana? Aman gak kalau aku ke ruangan dia untuk diskusi. Agak berat nih topik diskusinya,” tanya Donny terdengar nervous tapi berusaha menyembunyikan getaran suara baritonnya. 

“Yaelah Donny, mana ada yang bisa nebak mood Mba Mirna. Aku sudah kerja 4 tahun sama dia sebagai sekretarisnya masih sering salah, kadang aku pikir mood-nya lagi bagus, tiba-tiba Mba Mirna bisa ngomel-ngomel sama aku tanpa sebab,” cetus Oki ke Donny. “Kamu pakai kacamata kuda saja, cuekin kalau dia ngomel-ngomel gak jelas supaya awet kayak aku nih sudah kerja 4 tahun dengan dia. Mba Mirna sudah 4 kali ganti sekretaris, biasanya hanya betah 2 tahun lalu resigned. Keren kan gue! Buruan ke ruangan Mba Mirna, jam 4 sore katanya dia mau pergi keluar kantor, “sambung Oki dengan nada sedikit memaksa ke Donny. 

“Ahhh, masa Mba? Tadi Mba Mirna email ke aku katanya jam 5 baru keluar kantor. Coba Mba cek lagi dong jadwalnya, please!” Donny mengiba ke Oki. 

“Bawel banget deh lu. Masuk saja ke ruangan dia sekarang ya biar aku cegah orang lain kalau mau ketemu Mba Mirna sekarang,” jawab Oki tertawa terkekeh ke Donny.

“Baiklah Mba, aku ke ruangan Mba Mirna sekarang. Thanks Mba Oki, doain aku betah seperti Mba Oki,” tutup Donny mengakhiri percakapan teleponnya dengan Oki.

Donny melambaikan tangannya ke Mirna dari arah luar jendela ruangan kerja Mirna. Mirna yang sedang duduk membaca buku melambaikan tangannya ke Donny meminta dia masuk ke ruangannya. Donny pelan-pelan membuka pintu ruangan kerja Mirna dan masih terpaku berdiri di dekat pintu, jantungnya sedikit berdegup.

“Donny ada apa kok berdiri di dekat pintu saja, sini masuk duduk di kursi tamu, “ Mirna berdiri menghampiri Donny. Donny berdiri sesaat rasa tidak terpercaya melihat Mirna yang mengenakan luaran blazer hitam ternyata sudah memakai baju senam warna pink dibalik blazer Mirna lengkap dengan legging senam berwarna yang senada. 

“Mba Mirna, ada waktu gak? Saya mau diskusi revisi draf perjanjian yang Mba kirim siang ini. Ada beberapa hal saya kurang paham,“ wajah Donny memelas seraya tangan kanannya membuka draf yang ada di tangan kirinya. 

“Apa lagi sih, Don yang kamu gak ngerti? Revisinya sudah jelas begitu,” jawab Mirna ketus sembari merapikan tas olah raga dan matras yoganya di samping meja kerja. 

“Ada beberapa pertanyaan dari Mba, saya pikir kita perlu diskusi dulu supaya jawaban kita nanti ke customer tidak salah,” ujar Donny yang masih berdiri, berusaha menunjukkan draf perjanjiannya ke Mirna yang masih sibuk memperhatikan perlengkapan yoganya. 

“Tinggal dijawab saja pertanyaan-pertanyaannya, kamu mampu gak sih, Don? Sudah berapa lama kamu kerja di sini? Waktu saya seumuran kamu, saya lebih mandiri daripada kamu!” Mirna bertolak pinggang terlihat mulai kesal dengan sikap Donny. Donny hanya meringis seperti anak kecil dan memegang perut buncitnya karena berasa mules.

“Saya baru kerja di kantor dua tahun Mba masih junior masih butuh bimbingan Mba Mirna. Maaf Mba kalau saya buat Mba jadi kesal, “ jawab Donny sedikit menundukkan kepala, mulai merasa tertekan dan gerd-nya pun kambuh.

“Don, kamu tahu gak saya sibuk banget beberapa hari ini. Deadline pekerjaan banyak, meeting di sana sini, belum lagi saya harus terima telepon. Saya sudah bilang di email kalau saya harus keluar kantor dan setelah itu susah untuk buka laptop lagi. Kamu gak bisa atur-atur saya!” Tegas Mirna lagi dengan muka judes ke arah Donny. 

“Jadi saya harus bagaimana Mba?” Tanya Donny serba salah sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. 

“Gini deh saya sudah gak ada waktu lagi, saya sudah ada janji ketemu pelatih yoga saya jam 5, malu saya kalau telat. Kamu buat email saja ke customer bilang ke mereka kita akan kirim revisinya besok sore jam 4 ya. Kamu sudah harus mandiri untuk urusan-urusan begini,” sambung Mirna yang sudah menjinjing tas kantor, tas olah raga dan matras yoganya ke arah pintu ruang kerjanya. “O ya, Don jangan kerja aja, kamu harus olah raga juga, lihat tuh perut makin lama makin buncit,” Mirna menunjuk ke arah perut Donny sambil berjalan bak peragawati keluar dari ruangan kerjanya. 

“Kayak dia sudah langsing semampai saja. Badan pendek, kelihatan lemak berlipat-lipat di perutnya, uh!” Donny bergumam kesal dalam hatinya, menahan sakit di dadanya karena gerd.

“Oki, tolong panggil supir saya jemput di lobby. Kamu tolong bawakan tas olah raga dan matras yoga saya ke mobil ya,” Mirna sedikit berteriak ke Oki yang lagi sibuk ngemil duduk di tempat kerjanya. “Oki sudah dong jangan ngemil gorengan aja pipi kamu sudah tembem kayak tokoh majalah bobo,” celetuk Mirna gemas.

Oki tersentak dan berjalan cepat menghampiri Mirna, mengambil tas olah raga dan matras yoga dari tangan Mirna. Mirna berjalan lebih dulu ke arah toilet meninggalkan Oki yang masih berdiri. Tak sengaja Oki bertatapan mata dengan Donny yang sedang linglung seperti anak ayam kehilangan induknya. Donny pun berjalan lunglai mendekati Oki sambil menunjukkan jam tangannya ke arah Oki dan berbisik pelan, “Ini masih jam 3 sore loh!” Mereka pun hanya bisa tersenyum kecut pasrah.

Ulasan:

Argumentum ad Baculum dan False Dilemma

Argumentum ad Baculum: kerancuan ini terjadi jika orang dengan mendasarkan diri pada kekuatan atau ancaman penggunaan kekuatan memaksakan agar sebuah kesimpulan diterima atau disetujui. Tokoh Mirna pada cerita di atas menunjukkan dirinya sebagai bos/atasan yang memiliki posisi jauh di atas Donny dan Oki, memiliki kekuasaan dan pendapat yang tidak bisa diganggu gugat. Mirna menggunakan posisinya yang kuat sebagai atasan/manajer Donny untuk menekan Donny melakukan perintah/instruksi yang diberikannya walaupun hal tersebut tidak masuk akal namun Mirna tidak peduli. Sebagai manajer yang seharusnya bertanggung jawab atas hasil dari suatu pekerjaan, Mirna seakan melemparkan tanggung jawab itu ke Donny dengan menyuruh Donny yang masih junior untuk meminta pengunduran tenggat waktu/deadline untuk menyerahkan draf perjanjian ke customer mereka padahal keterlambatan disebabkan oleh Mirna.

False Dilemma: kerancuan ini terjadi ketika argumen menyajikan pilihan yang salah secara logika, seringkali membatasi pilihan hanya pada dua opsi padahal sebenarnya ada pilihan lain yang bisa dipertimbangkan. Dalam kisah Mirna dan Donny, Mirna dengan sewenang-wenang, tanpa memberikan tenggang waktu yang wajar kepada Donny memaksa melakukan finalisasi draf perjanjian dan hanya memberikan dua pilihan kepada Donny untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi Donny, yaitu: (i) menyelesaikan sendiri revisi draf perjanjian; (ii) kalau tidak bisa menyelesaikan sendiri revisi draf perjanjian, maka Donny dianggap tidak mampu, padahal Donny sudah berinisiatif meminta diskusi dan bimbingan dari Mirna sebagai atasannya agar menyelesaikan revisi draf perjanjian tersebut. Mirna sebenarnya memiliki opsi lain untuk membatalkan janji latihan yoganya dan memberikan prioritas terhadap pekerjaan yang hasilnya harus disampaikan ke customer. Jika opsi ini yang diambil, pekerjaan tersebut dapat segera diselesaikan tepat waktu. 

Leave a Reply