“Selamat siang Pak Rahmat dan Bu Desi, bulan Desember nanti siapa saja yang mau cuti dan berapa lama? Karena saya mau atur jadwal untuk pertemuan direksi berikutnya di bulan Januari terkait penentuan budget tahunan kita,” Bu Mirna membuka rapat direksi seraya memeriksa kalender di meja.
“Saya berencana liburan keluarga ke Seoul, maklum si Sulung sudah remaja tergila-gila dengan K-Pop. Saya cuti dari tanggal 23 Desember sd 5 Januari,” jawab Bu Desi sambil mengetik dengan mata tetap melihat layar laptopnya.
“Bagaimana dengan Pak Rahmat, apakah sudah ada rencana cuti?” Bu Mirna bertanya ke arah Pak Rahmat yang duduk di seberang meja.
Pak Rahmat terdiam sejenak, memutar-mutar pulpen Parker di jemarinya, “Saya belum ada rencana cuti bulan Desember ini. Kami sekeluarga masih menunggu jadwal libur istri saya. Boleh saya info lagi nanti, Bu Mirna?” pinta Pak Rahmat. Bu Mirna mengangguk setuju.
“Oke, kita mulai diskusi. Sesuai email saya minggu lalu kepada Pak Rahmat dan Bu Desi, kita akan membahas kenaikan gaji dan promosi Romi dan Rita menjadi senior manajer. KPI mereka sangat baik, nilainya hampir sama, dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.” Bu Mirna mengenakan kacamata plusnya yang tergantung di leher. Dan memeriksa KPI mereka satu per satu, sambil mengatur posisi dokumen di tangannya.
“Iya saya setuju Bu Mirna, dua kandidat kita ini memang dua karyawan kita yang cukup konsisten berprestasi. Tapi menurut pendapat saya pribadi, Romi kurang cocok untuk kita promosikan saat ini sebagai senior manager mengingat latar belakang keluarganya,” terang Bu Desi lembut.
“Maksudnya Bu Desi dengan latar belakang keluarga Romi bagaimana?” tanya Bu Mirna dengan mengelus dagunya yang lancip.
“Maksud saya orang tua Romi itu kaya raya, salah satu konglomerat. Lihat saja Romi sering gonta-ganti mobilnya kalau ke kantor. Kalau kita bandingkan dengan Rita, dia tulang punggung keluarga, asumsi saya gaji suaminya tidak besar…,” ujar Bu Desi lalu agak terdiam menatap laptopnya.
“Dengan penilaian latar belakang keluarga Romi yang kaya raya dan Rita yang merupakan tulang punggung keluarganya, apa relevansinya dengan kenaikan gaji dan promosi karyawan ya Bu Desi?” Pak Rahmat menyanggah argumen Bu Desi, terlihat kurang sabar dengan penjelasan Bu Desi yang tidak tuntas.
“Pak Rahmat, saya berusaha mencoba berlaku adil dengan keadaan Romi dan Rita. Coba Pak Rahmat rasakan, bagaimana perasaan karyawan lain terutama Rita kalau tahu Romi memperoleh kenaikan gaji yang cukup tinggi dan kita promosikan dia menjadi senior manager? Kehidupan Rita sekarang mirip dengan kehidupan saya dulu. Saya tidak tega,” sahut Bu Desi dengan nada kecewa, melihat ke arah Pak Rahmat yang mengenakan batik lengan panjang bermotif parang seolah Pak Rahmat tidak peka.
“Maaf Bu Desi saya kurang paham dengan penjelasan Ibu. Saya dari tadi bolak-balik baca KPI yang saya pegang dan saya tidak melihat ada penilaian mengenai latar belakang keluarga. Apa yang menjadi dasar Bu Desi menilai demikian?” terdengar suara Bu Mirna yang agak sinis.
“Kita gak bisa berpegang seratus persen dengan penilaian KPI. Ada penilaian berdasarkan rasa kemanusiaan untuk kenaikan gaji. Rasanya tidak adil untuk saya, Romi, seorang anak konglomerat, hidup berkecukupan tapi dia menerima kenaikan gaji yang cukup tinggi. Kehidupan dia jauh lebih baik daripada Rita yang masih harus menghidupi suami dan anak-anaknya,” tandas Bu Desi bersikukuh dengan pendiriannya sembari menggeser kursinya, berjalan dengan sepatu Prada hak tingginya berwarna hitam ke arah meja putih yang dipenuhi dengan cangkir dan variasi jenis teh Dilmah serta pemanas air listrik.
“Loh…Rita juga naik mobil bagus ke kantor. Penilaian kita untuk kenaikan gaji dan promosi karyawan jangan terlalu melebar ke hal-hal yang tidak relevan. Malah terkesan nanti ada diskriminasi dan kita pun akan susah menerangkan ke karyawan yang bersangkutan mengenai alasan kenaikan gaji dan promosi jika tidak berpegang kepada hasil KPI secara konsisten,” papar Pak Rahmat menoleh ke arah Bu Mirna, seakan meminta Bu Mirna untuk mendukung pendapatnya.
“Tapi Pak Rahmat…seperti tadi saya sampaikan, Romi gonta-ganti naik mobil ke kantor dan…,” tiba-tiba Bu Mirna mengangkat tangan kanannya ke arah Bu Desi memintanya untuk tidak melanjutkan percakapannya.
“Bu Desi, saya pikir penilaian kita terhadap dua karyawan tersebut tetap fokus dengan hasil penilaian KPI mereka berdua sehingga keputusan kita nanti tetap objektif. Karyawan-karyawan kita sangat cerdas dan kritis sehingga kita perlu berhati-hati dalam memberikan penilaian kinerja mereka,” tegas Bu Mirna dengan kedua tangannya menyilang di depan dada.
“Iya saya sangat setuju dengan pendapat Bu Mirna. Kita sudah membayar konsultan HR untuk membangun sistem penilaian kinerja karyawan berbasis KPI sehingga hasilnya lebih terukur. Saya paham terkadang ada faktor subjektivitas dalam penilaian kita terhadap karyawan tapi jangan sampai hal ini menjadi dasar penilaian kita,” timpal Pak Rahmat menatap tajam ke arah Bu Desi yang sudah berpindah duduk ke sofa kecil empuk berwarna abu-abu muda.
“Susah bagi saya nanti menerangkan hal ini kepada mereka berdua terutama Rita jika kita promosikan Romi karena jujur perasaan saya tidak nyaman,” Ibu Desi menanggapi seraya memegang cangkir dan meneguk teh hangatnya. “Sebaiknya saat menjelaskan hasil penilaian ini kepada mereka berdua, saya akan memilih diam karena tidak sesuai dengan hati nurani saya,” lanjut Bu Desi menerangkan keputusannya, nada suaranya terdengar lirih, tatapan matanya mengarah ke jendela besar ruang pertemuan dengan pemandangan gedung-gedung pencakar langit.
Bu Mirna dan Pak Rahmat akhirnya hanya saling berpandangan mata dan menggelengkan kepala mereka, tak habis pikir dengan pendapat Bu Desi.
Ulasan :
PREJUDICIAL LANGUAGE dan SLIPPERY SLOPE
Pada tulisan di atas kita menemukan beberapa sesat pikir/sesat logika, namun yang paling menonjol ada 2, yakni:
1. Prejudicial Language
Adalah kesalahan berpikir yang terjadi saat seseorang menggunakan istilah-istilah yang memiliki muatan emosi tertentu untuk membuat seseorang percaya dengan kebenaran suatu pernyataan.
Prejudice atau prasangka dalam KBBI adalah pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri; syak: sebenarnya semuanya itu hanya berdasarkan — , bukan kebenaran;
— ras pendapat atau perasaan yang buruk terhadap ras tertentu tanpa pengetahuan atau alasan yang cukup
Di dalam tulisan di atas terlihat bahwa Ibu Desi memiliki anggapan yang kurang baik atau memiliki ketidaksukaan yang kuat pada Romi karena orang tua Romi adalah seorang konglomerat. Ketidaksukaan yang berlandaskan sosial dan ekonomi sehingga Bu Desi tidak setuju jika Romi dipromosikan sebagai Senior Manager. Oleh karenanya, Bu Desi mencoba membangun argumen dengan logika yang sesat.
Contoh pada tulisan di atas ada pada kalimat:
“Kita gak bisa berpegang seratus persen dengan penilaian KPI. Ada penilaian berdasarkan rasa kemanusiaan untuk kenaikan gaji. Rasanya tidak adil untuk saya, Romi, seorang anak konglomerat, hidup berkecukupan tapi dia menerima kenaikan gaji yang cukup tinggi.”
Pada kalimat di atas jelas ada muatan emosi saat Bu Desi menyatakan argumennya dengan menggunakan istilah-istilah: “ada penilaian berdasarkan kemanusiaan gak bisa berpegang seratus persen dengan penilaian KPI.” Istilah ‘penilaian berdasarkan kemanusiaan’ adalah upaya Ibu Desi untuk membuat orang percaya bahwa argumennya benar. Sementara argumen itu memiliki kelemahan. Kemudian pada kalimat “…Rasanya tidak adil bagi saya..,dst.” juga terlihat ketidaksukaan terhadap sebuah kelompok ‘Konglomerat’.
2. Slippery Slope
Adalah kesalahan berpikir yang terjadi ketika berbagai hal dihubung-hubungkan satu sama lain tanpa dilandaskan oleh proses penelitian atau pengamatan yang akurat namun lebih banyak didasarkan dengan asumsi. Dalam Slippery Slope, untuk membuktikan sebuah pernyataan tidak diterima maka sejumlah pernyataan atau peristiwa diajukan sebagai akibat pernyataan tersebut. Logika yang digunakan urutan katanya adalah jika (kalau) – maka ….(polanya akan terus seperti itu).
Contoh kalimat dalam tulisan di atas yang paling jelas ada pada kalimat:
“..Coba Pak Rahmat rasakan, bagaimana perasaan karyawan lain terutama Rita kalau tahu Romi memperoleh kenaikan gaji yang cukup tinggi dan kita promosikan dia menjadi senior manager?..” sahut Bu Desi.
Rangkaian setelah kalimat jika Romi dipromosikan dihubungkan dengan pernyataan perasaan karyawan, perasaan Rita yang didasarkan oleh asumsi.
Referensi :
Faiz, Fahruddin. 2024. Ihwal Sesat Pikir dan Cacat Logika. Yogyakarta: MSJ.Press